Mata uang Tiongkok menembus level psikologis penting yaitu 7 yuan per dolar AS pada hari Kamis, di tengah prospek buruk bagi negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut karena kebijakan nol-Covid yang ketat dan krisis properti.
Yuan yang diperdagangkan di pasar luar negeri melemah sekitar 0,5 persen menjadi 7,009 terhadap dolar AS. Di pasar valuta dalam negeri, yuan bertahan di 6,9950 terhadap dolar AS.
Wang Chunying, wakil direktur Administrasi Valuta Asing Negara (SAFE), mengatakan kinerja nilai tukar yuan relatif stabil meskipun mata uang lain terdepresiasi dengan cepat terhadap dolar AS.
Bank-bank Tiongkok melaporkan surplus pembayaran valuta asing sebesar US$25 miliar pada bulan lalu, menurut data SAFE yang dirilis pada Kamis sore.
Data bank sentral juga menunjukkan bahwa investor asing mengurangi kepemilikan mereka pada obligasi Tiongkok sebesar 30 miliar yuan (US$4,2 miliar) pada bulan Agustus.
“Seiring dengan semakin matangnya mekanisme penyesuaian berorientasi pasar, dan para pelaku pasar valas menjadi lebih rasional, kemampuan Tiongkok untuk melawan perubahan eksternal akan semakin meningkat. Semuanya akan meletakkan dasar yang kuat untuk operasi pasar valas,” kata Wang.
Terakhir kali nilai tukar antara yuan luar negeri dan dolar menembus level kritis 7 banding 1 adalah pada Juli 2020.
Bank sentral Tiongkok mengejutkan pasar pada tanggal 11 Agustus 2015 ketika menetapkan harga perdagangan titik tengah harian yuan 1,87 persen lebih rendah terhadap dolar. Sehari kemudian, bank sentral kembali memicu gelombang kejutan dengan devaluasi kedua, sehingga mendorong harga turun sebesar 1,62 persen terhadap dolar.
Devaluasi yuan yang mengejutkan memicu pelarian modal. PBOC memberlakukan kontrol modal yang keras sebagai responsnya, dengan menekan suku bunga dan menghabiskan hampir US$320 miliar cadangan mata uang asingnya untuk meredam kepanikan pasar dan mengurangi risiko terjerumusnya yuan.
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok menghadapi tekanan yang semakin besar, sebagian besar disebabkan oleh langkah-langkah ketat yang diambil Tiongkok untuk memberantas virus corona yang juga berdampak pada mobilitas dan konsumsi. Negara ini juga sedang bergulat dengan kemerosotan sektor real estate.