Butuh jawaban atas pertanyaan pribadi yang belum pernah Anda berani tanyakan? Kami pernah ke sana. Baik itu tentang sekolah, masalah keluarga, atau kehidupan sosial, bagikan pemikiran Anda kepada kami. Jika Anda memiliki pertanyaan yang ingin Anda jawab (tentang apa pun), silakan isi ini Formulir Google. Jangan khawatir – Anda akan tetap anonim!
Saya terlalu banyak berpikir, sekecil apa pun masalahnya. Saya terlalu sensitif terhadap detail dan itu membuat saya stres. Bagaimana cara berhenti? Bagaimana cara berhenti terobsesi dengan segala hal?
Hormat kami, Pemikir Berlebihan
Pemikir Berlebihan yang terhormat,
Kami memahami mengapa Anda begitu stres karena terlalu banyak berpikir; ini dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik Anda. Terobsesi pada detail-detail kecil dapat menghalangi Anda menyelesaikan hal-hal penting dan merusak suasana hati Anda, belum lagi terlalu banyak berpikir dalam suatu hubungan dapat membuat Anda menganalisis percakapan secara berlebihan, yang dapat menimbulkan kesalahpahaman atau membuat Anda menarik diri dari situasi sosial sama sekali.
Berikut beberapa tip membantu diri sendiri yang kami harap dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan Anda serta meningkatkan kesejahteraan Anda secara keseluruhan:
Bagaimana mengidentifikasi dan keluar dari ‘perangkap berpikir’ sebelum berdampak pada kesehatan mental Anda
Perhatikan saat Anda mengalami kebuntuan
Jika Anda mengingat-ingat suatu peristiwa berulang-ulang dalam pikiran Anda atau tidak bisa berhenti mengkhawatirkan sesuatu, akui apa yang sedang terjadi dan itu tidak produktif. Mulailah memperhatikan cara berpikir Anda sehingga Anda bisa sadar ketika Anda terjebak dalam siklus pikiran negatif. Tidaklah baik untuk terus memikirkan masalah, namun mencari solusi akan sangat membantu – jika masalah tersebut merupakan sesuatu yang dapat Anda kendalikan.
Katakanlah Anda gugup menghadapi ujian yang akan datang, dan Anda memikirkan skenario terburuk – gagal – di kepala Anda. Pikirkan cara untuk mencegah masalah tersebut, seperti membuat jadwal belajar atau merevisi materi bersama orang tua Anda. Jika Anda tetap fokus pada pemecahan masalah alih-alih terobsesi dengan apa yang bisa terjadi, rasa cemas Anda akan berkurang dan Anda akan lebih bisa mengendalikan situasi.
Namun, jika Anda terobsesi dengan situasi yang tidak dapat Anda kendalikan, pikirkan strategi untuk mengatasinya. Berfokuslah pada hal-hal yang dapat Anda kendalikan, seperti sikap Anda, daripada mengkhawatirkan masalahnya sendiri.
Sangat mudah untuk terjebak di kepala Anda – dan mungkin saja untuk keluar! Foto: Shutterstock
Jadwalkan waktu berpikir
Terobsesi dengan masalah Anda tidaklah produktif, tetapi beberapa refleksi dapat bermanfaat. Jadwalkan “waktu berpikir” dalam jadwal harian Anda dan gunakan waktu itu – katakanlah, 20 menit sehari – untuk membiarkan diri Anda khawatir atau memikirkan apa pun yang Anda inginkan. Setel pengatur waktu, dan lanjutkan ke aktivitas lain ketika waktunya habis. Jika Anda mulai khawatir atau terobsesi dengan masalah di luar waktu yang dijadwalkan, ingatkan diri Anda untuk menunggu untuk mengatasi masalah tersebut hingga waktu berpikir berikutnya.
Membantu! Bagaimana cara menghentikan emosi mengambil kendali atas hidup saya?
Latih perhatian penuh
Terakhir, mulailah berlatih latihan relaksasi, seperti pernapasan dalam dan mindfulness. Aktivitas-aktivitas ini dapat membantu Anda merasa lebih tenang dan rileks, dan perhatian penuh akan membantu Anda menjadi lebih sadar akan masa kini dan mengurangi rasa cemas terhadap apa yang mungkin terjadi. Anda dapat menemukan banyak latihan relaksasi terpandu secara online atau di aplikasi seluler.
Jika Anda merasa tips berikut tidak membantu Anda berhenti berpikir berlebihan dan tekanan yang Anda alami sangat memengaruhi kehidupan Anda sehari-hari, jangan ragu untuk mencari konselor, psikolog, atau ahli kesehatan. Mereka dapat membantu Anda mengidentifikasi kemungkinan penyebab kecemasan Anda dan memberikan saran yang memungkinkan Anda mengelola dan memperbaiki kondisi Anda.
Semoga membantu, Sobat dari Teman
Pertanyaan tersebut dijawab oleh psikolog klinis dari Departemen Kesehatan di bawah Shall We Talk, sebuah inisiatif kesehatan mental yang diluncurkan bersama Komite Penasihat Kesehatan Mental.