Pedoman kebijakan Beijing sebelumnya yang membantu mendorong pembangunan di sektor swasta mencakup 36 poin rencana aksi pada tahun 2010 dan 36 poin inisiatif pada tahun 2005 untuk membantu perekonomian “non-publik”.
Namun, secara pribadi, terdapat keraguan dan skeptisisme yang luas mengenai seberapa serius Beijing akan membiarkan sektor swasta tumbuh karena fokus pemerintah pada keamanan dan kendali absolut.
Salah satu permasalahan mendasar mengenai perekonomian swasta adalah status kelas dua dalam ideologi Tiongkok, yang menunjukkan bahwa modal swasta tidak dapat dipercaya seperti kepemilikan publik dan harus tetap berada dalam pengawasan pemerintah.
Meskipun Konstitusi Tiongkok mengakui sektor swasta sebagai “bagian dari ekonomi sosialis”, sistem ekonomi dasar negara tersebut tetap “kepemilikan publik sosialis atas alat-alat produksi”. Meskipun Tiongkok berjanji untuk melindungi “hak dan kepentingan yang sah dari sektor ekonomi non-publik”, properti publik sosialis adalah properti yang dijunjung tinggi sebagai sesuatu yang sakral.
Artinya adalah bahwa perusahaan swasta diperbolehkan untuk tumbuh, sesuai keinginan Beijing, karena mereka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Sebaliknya, BUMN dan perusahaan publik lainnya beroperasi tanpa syarat apa pun karena mereka mewakili sosialisme dan “menggantikan sistem eksploitasi manusia oleh manusia”.
Pada abad ke-21, bias tersebut masih tetap tertuju pada kapitalis swasta Tiongkok. Baru beberapa tahun yang lalu beberapa sarjana Tiongkok secara terbuka mengatakan bahwa “misi sejarah perekonomian swasta Tiongkok telah selesai”, yang berarti tidak ada alasan lagi untuk berdiri.
Berdasarkan inisiatif kebijakan terbaru pemerintah, negara akan membentuk sistem “lampu lalu lintas” untuk sektor swasta. Hal ini dapat menjadi masalah bagi perusahaan swasta karena berpotensi menimbulkan permainan tebak-tebakan mengenai kapan lampu hijau akan menyala dan untuk berapa lama.
Pengusaha swasta Tiongkok memperoleh terobosan pengakuan politik dari Beijing pada akhir tahun 1990-an melalui teori “Tiga Perwakilan”, yang memungkinkan kaum kapitalis menjadi anggota Partai Komunis. Hal ini menyusul keputusan Beijing untuk menerapkan sistem pasar, yang mengakhiri perdebatan panjang mengenai ekonomi sosialis terencana.
Emansipasi pemikiran tersebut mendorong kewirausahaan di Tiongkok selama 25 tahun terakhir. Sekarang adalah waktunya bagi Beijing untuk meninggalkan diskriminasi ideologisnya terhadap kepemilikan dan dengan jelas menunjukkan bahwa sektor swasta bukanlah “kejahatan yang diperlukan” untuk mencapai tujuan sementara.
Tidak ada gunanya membagi perekonomian negara menjadi milik publik dan bukan milik publik.