Para ahli demografi di Tiongkok telah menyerukan agar kakek-nenek yang membantu membesarkan anak-anak diberi penghargaan, dan agar konten yang mendorong orang untuk tidak menikah dan tidak mempunyai anak dilarang, sebagai bagian dari proposal terbaru untuk mengurangi dampak penurunan angka kelahiran.
Kakek-nenek yang membagi tanggung jawab pengasuhan anak dengan anak-anak mereka yang sudah dewasa patut mendapat pujian, menurut sebuah artikel yang diterbitkan dalam majalah Population and Health edisi terbaru.
Li Shuxia dan Lei Juan, yang bekerja di Pusat Penelitian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Chongqing, juga mengatakan pemerintah daerah harus mempromosikan citra pasangan yang penuh kasih sayang, keluarga bahagia, dan momen orangtua-anak yang berkualitas di daerah padat penduduk, termasuk kawasan komersial besar, kawasan industri dan pasar grosir.
Berbagai pendekatan telah diusulkan mengenai bagaimana Tiongkok dapat meningkatkan angka kelahiran yang sangat rendah setelah populasinya mengalami penurunan pertama dalam lebih dari enam dekade pada tahun lalu.
“Konten apa pun yang menganjurkan orang untuk tidak menikah dan tidak memiliki anak, atau yang menimbulkan sensasi oposisi gender dan kecemasan terhadap kesuburan, harus dilarang keras,” kata Li dan Lei dalam artikel tersebut.
“Konten yang kondusif untuk menumbuhkan budaya pernikahan dan melahirkan harus dipromosikan, sementara konten yang menghambat penanaman budaya baru ini harus dibatasi dan disensor,” tambah artikel tersebut.
Dikatakan juga bahwa harus ada lebih banyak karya seni yang menekankan rasa kepuasan dan kebahagiaan sebagai orang tua.
“Ini harus membantu kaum muda menyadari bahwa memiliki anak bukan hanya tentang melanjutkan garis keluarga, namun juga merupakan jalur penting untuk mencapai nilai-nilai kehidupan pribadi,” katanya.
Selain itu, artikel tersebut juga menunjukkan bahwa sistem dukungan untuk memiliki anak ketiga tidak mencukupi, sementara masyarakat membutuhkan lebih banyak dukungan dari orang tua.
Kecuali kurangnya sistem yang mapan untuk subsidi pengasuhan anak, membuat janji temu dengan dokter anak dan menerima perawatan medis masih menjadi tantangan, sementara vaksin rutin untuk penyakit seperti rotavirus dan enterovirus membutuhkan biaya yang mahal, kata para penulis.
“Perlindungan hak bagi ibu rumah tangga penuh waktu tidak memadai, dan kurangnya perawatan kakek-nenek dan cuti melahirkan bagi bayi baru lahir,” tambah artikel tersebut.
Selain itu, tempat kerja umumnya tidak memperbolehkan orang tua membawa anak mereka ke tempat kerja, dan sebagian besar lembaga belum mendirikan fasilitas penitipan anak.